Pagi hari sebelum pernikahan, Dimas terbangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di teras rumah kecilnya,
menghirup aroma tanah basah sisa hujan semalam. Tanah sejengkal ini, yang dulu dianggap remeh, kini ...
Pagi itu, Pasar Sejengkal masih berdenyut seperti biasa. Matahari baru muncul dari balik deretan rumah ketika Dimas sudah menjejakkan kaki di lorong tengah pasar. Udara dingin bercampur aroma kopi dan sayur segar. ...
Fajar baru saja menyingsing ketika Dimas sudah berdiri di halaman balai warga. Udara pagi masih segar, bau tanah basah dari sisa hujan semalam menenangkan pikiran. Di depannya, bentangan spanduk putih sederhana terpampang ...
Pagi itu, Dimas terbangun bukan oleh suara ayam atau riuh pasar, melainkan deru mesin berat. Dari jendela rumahnya, ia melihat debu mengepul di kejauhan, tepat di arah salah satu tanah sejengkal yang ...
***Sore itu, meja panjang di balai warga penuh oleh piring-piring berisi makanan sederhana: tumis kangkung dari kebun warga, ikan asin yang dibeli bersama dari pasar grosir, sambal terasi buatan Bu Rini, dan ...
Pagi itu, matahari naik pelan di balik gedung-gedung yang berbaris rapat seperti buku-buku tinggi di rak besar. Dimas berdiri di jembatan penyeberangan, memandangi arus manusia yang tak pernah berhenti: pegawai kantoran dengan ...
Pagi di pasar tradisional selalu memiliki ritme sendiri. Aroma sayur segar, bumbu dapur, dan gorengan panas bercampur dengan teriakan pedagang yang saling bersahutan. Dimas melangkah pelan di lorong sempit pasar, kantong kain ...
Pagi itu, Dimas membuka map lusuh yang sudah lama ia simpan di laci bawah meja kerjanya. Di dalamnya ada sertifikat tanah—sejengkal saja luasnya—yang ia beli bertahun-tahun lalu di ...
Pagi itu, suasana kantor terasa berbeda. Dimas baru saja sampai, masih memegang secangkir kopi panas dari warung depan, ketika melihat beberapa rekan kerja berkerumun di dekat pantry. Wajah-wajah mereka tegang, bisik-bisik terdengar. ...
Pagi itu, Dimas duduk di tepi ranjang kosnya. Udara masih lembap, sisa hujan semalam menempel di jendela. Jam di dinding menunjukkan pukul 05.12, tapi matanya sudah terbuka sejak satu jam lalu. Bukan karena ...
Pagi itu, Dimas membuka lemari kecil di kosnya dan memandangi beberapa bungkus mi instan, sekantong beras, dan beberapa bahan makanan sederhana lainnya. Ia ingat, minggu lalu ia mendapat sedikit uang tambahan dari ...
Dimas sudah tiga bulan bekerja di perusahaan barunya sebagai digital strategist. Meski gajinya tidak tinggi, ia menikmati fleksibilitas yang ditawarkan. Ia bisa bekerja dari mana saja, bahkan sesekali dari taman kota atau ...
Dimas sedang duduk di sebuah kafe coworking space sederhana, mengedit konten untuk klien freelance barunya. Ia masih bekerja penuh waktu sebagai admin media sosial, tapi diam-diam mulai membuka jasa kecil-kecilan di luar ...
Sabtu sore, Dimas duduk di taman kecil yang tidak jauh dari kos-kosannya. Biasanya, taman itu sepi, hanya didatangi oleh beberapa anak kecil dan pedagang keliling.
Tapi hari itu, ada seorang ...
Sabtu pagi, Dimas berencana belanja mingguan. Biasanya, ia akan langsung menuju minimarket modern yang buka 24 jam. Tapi sejak ia mulai menata ulang gaya hidupnya, ia merasa enggan melangkah ke tempat-tempat yang dulu ...
Dimas duduk di ujung tempat tidur sambil memandangi nota belanja bulanannya. Nominalnya tidak besar, tapi tetap saja terasa berat. Detergen, sabun, pasta gigi, kopi sachet, semuanya bermerek. Ia mulai menghitung ulang berapa ...